Gambar diambil dari https://wallpapercave.com/w/wp1991167

Oleh Rohmiati

Menjadi penyiar baru atau dadakan memang menghebohkan. Membuat konsep yang amburadul, PPT yang sangat banya, rekaman yang kalang kabut, mengatur suara agar terdengar merdu, dan lain-lain. Pokoknya super duper heboh. Penyiar dadakan sudah tiga kali siaran melalui rekaman. Enam penyiar dadakan punya pengalaman masing-masing yang unik dan berkesan. Bukan hanya karena pengalaman menjadi penyiar itu baru pertama kali, tetapi juga karena dunia kepenyiaran ini tak pernah ada dalam mimpi kami sebagai guru. Untuk siaran satu jam kami bisa rekaman selama sepuluh jam, bahkan lebih. Belum lagi membuat scriptnya yang cukup menyita waktu dan pikiran.

Suatu hari ketua kelompok siar Pak Huda mengumumkan kalau besok pembelajaran di radio disiarkan secara langsung, karena ada liputan dari stasiun televisi lokal. Kebetulan hari itu jadwalnya Bu Via. Kami berlima yang tidak harus siaran langsung ikut heboh. Kami sudah main WAan untuk mengambil keputusan hadir demi kebersamaan.

“Aku besok ingin datang, ingin memberi support pada Bu Via,” kata Bu Mia dalam WA grup.

“Aku besok juga akan datang, ingin tahu ruang penyiaran,” kata Bu Sri tidak mau ketinggalan.

“Aku besok juga datang, ingin nyoba mic yang empuk,” kata Bu Adis tidak mau kalah.

Akhirnya kami para penyiar dadakan siap datang ke studio radio Persatuan yang letaknya tidak jauh dari sekolah kami. Kami datang pada saat Bu Via mulai siaran secara langsung. Dengan pelan-pelan kami masuk ke ruang siaran yang tidak terlalu luas. Sungguh kami sangat takut kalau mengganggu siaran. Takut suara kami ikut tersiarkan. Kami jalan sangat pelan, takut suara langkah kami masuk dalam ruang siar dan terdengar di radio, bahkan kalau memungkinkan kami akan tahan nafas, takut suara napas kami masuk ruang siar. Kami yang agak ndeso mengagumi ruang siaran dan alat-alat yang terpasang. Beginilah ruang siaran itu. Dindingnya unik, udaranya dingin karena AC, dan banyak mic yang bagus.

Selesai Bu Via siaran kami duduk-duduk di ruangan depan. Berbeda dengan ruang siaran, di sini kami heboh lagi seperti kebiasaan emak-emak pada umumnya. Pak Dika penguasa radio persatuan menjawab pertanyaan kami dengan sabar dan santai.

“Youtubenya sudah bisa dibuka,” kata Pak Dika sambil duduk di kursi paling ujung.

“Ingin lihat, penasaran aku,” kata Bu Sri sambil mengeluarkan HPnya.

Seperti dikomando, semua mengeluarkan HP.

“Pak Dika, sini Wifinya apa, ya?” Tanya Bu Sri sambil memegang HPnya yang memang jarang diisi paketan.

“Sini ada dua wifi, yaitu RPS dan guyub,” jawab Pak Dika sambil tersenyum.

“Oh iya ini ada RPS. Passwordnya apa, Pak?” tanya Bu Mia tanpa memandang yang ditanya. Pandanganya tetap tertuju pada Hpnya.

“Paketanmu apa entek? Jawab Pak Dika dengan logat jawanya yang kental, sambil tersenyum pada Bu Mia.

Mendengar ucapan Pak Dika sontak saja semua orang memandang Pak Dika dengan ekspresi penuh tanda tanya. Ada yang heran, ada yang tidak mengerti maksudnya, ada yang biasa-biasa saja. Termasuk Bu Mia yang sejak tadi asyik dengan Hpnya merasa sedikit malu dengan pertanyaan Pak Dika. Hatinya mulai bergejolak “Apakah aku harus mengatakan kalau HPku dak ada paketannya? Apakah aku harus mengatakan kalau selama ini aku hanya memanfaatkan wifi rumah dan sekolah? Ah, malu amat. Dikiranya aku dak pernah punya uang untuk beli paketan. Malu banget.“

“Lha ini tugasnya bendahara. Bagaimana Pak Ma Yo ini jadi bendahara, paketan anak buahnya sampai habis dak diisi,” tanya Pak Huda sambil menunjuk pada bendahara Pak Ma yo yang duduk di sebelahnya. Ucapan Pak Huda membuyarkan lamunan Bu Mia.

“Kan saya sudah bilang, besok,” jawab Pak Mayo dengan penuh keyakinan.

Dengan sedikit malu-malu Bu Mia menjawab dengan suara lirih, “Memang saya dak pernah ngisi paketan, karena di rumah ada wifi”.

“Di sekolah juga ada wifi,” kata Bu Sri menambahkan.

“Betul. Kita harus hidup hemat,” kata Bu Mia merasa punya teman yang membelanya.

“Di sini juga ada wifi, silakan pakai,” kata Pak Dika dengan tetap tersenyum.

“Lha paswordnya?” Tanya Bu Mia dengan berharap masih bisa menggunakan wifi radio Persatuan.

“Paketanmu apa entek, itu paswordnya,”kata Pak Dika sambil tertawa.

“Oalaaaah,” kata Bu Mia dan Bu Sri bersamaan.

“Buat password saja kok membuat orang baper,” kata Bu Mia dengan wajah malu-malu.

“Password yang unik ,” kata Pak Huda memuji.

“Dan kreatif pembuatnya,” lanjut Pak Mayo.

“Kok dak bisa, Pak?” tanya Bu Sri sambil menunjukkan HPnya pada Pak Dika.

“Oh iya?” tanya Pak Dika.

“Tetap tidak bisa,” sahut Bu Sri dengan tegas.

“Pakai satunya saja, yang guyub,” kata Pak Dika menyarankan.

“Oh iya, guyub, ” kata Bu Sri sambil memencet-mencet HPnya.

“Yang RPS mungkin sudah banyak digunakan,”kata Pak Dika lagi.

“Passwordnya apa, Pak? tanya Bu Sri bersemangat.

“Takono Pendhek,” kata pak Dika dengan nada datar.

“O, bapak yang bawa teh tadi, ya?” tanya Bu Sri mengira-ngira sambil berdiri menoleh ke kiri dan ke kanan mencari orang laki-laki yang bertubuh pendek yang tadi bertemu waktu baru datang.

“Mau ke mana, Bu?” tanya Pak Dika seakan tahu maksud Bu Yuni.

“Tadi bapak itu ada di situ,” kata Bu Sri sambil menunjuk arah meja bagian dalam.

“Bapak siapa?” tanya Pak Mayo ikut-ikutan penasaran.

“Tadi memang saya melihat Pak Pendhek di situ sambil membawa teh,” kata Bu Sri menunjuk arah meja di dalam.

“Pak Pendhek? Siapa itu?” tanya Pak Dika sambil tertawa.

“Pak Pendhek, kan yang tahu passwordnya?” tanya Bu Sri masih tetap bingung.

“ha ha ha ha haaaaaa.” Pak Dika tertawa terbahak-bahak.

Semua orang ikut tertawa melihat Pak Dika tertawa. Entah mereka tahu arti tawa Pak Dika atau tidak, yang penting ikut tertawa, atau sekedar menyenangkan hati Pak Dika.

“Takono pendhek itu paswordnya, Bu,” kata Pak Dika masih tertawa.

“Ampuuun, password aja bikin bingung orang,” kata Bu Sri sambil menepuk jidatnya.

“Password yang unik,” kata Pak Huda.

“Dan kreatif,” sambung Pak Mayo.

“Tapi membuat orang bingung,” kata Bu Sri dengan suara agak keras.

Semua orang tertawa bahagia. Password yang membuat kami semua tertawa. Indahnya guyon bersama penyiar-penyiar dadakan. Hilang sudah kekalutan dan kelelahan karena persiapan siaran. Yang ada gembira dan bahagia bersama. (*)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *